Tanah Bumbu -
Anjloknya harga pasaran dunia terhadap besi baja, berimbas dengan terhentinya kegiatan PT Meratus Jaya Iron Steel (PT MJIS) di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel.
Diungkap oleh General Affair PT MJIS, Amperawansyah bersama Kepala Bagian Produksi, Riduan Lubis kepada media, Selasa (16/11/15) diruang kerjanya menyebut, sudah hampir 6 Bulan berjalan kegiatan produksi pabrik terhenti.
"Tak ada kegiatan produksi, sementara karyawan tetap hanya melakukan pembersihan, perbaikan dan pemeliharaan, sedangkan karyawan kontrak dirumahkan dulu," sebutnya.
Diungkap oleh Riduan, sejak awal berdiri dan mulai beroperasi, PT MJIS menerima pasokan bahan baku bijih besi dari perusahaan PT Sebuku Iron Lateritic ories (SILO) yang berada di Pulau Sebuku Kotabaru, namun seiring waktu, menyediaan bahan baku dilayani oleh pengusaha tambang dari Tanah Laut Pelaihari dan Pangkalanbun Kalteng.
"Untuk 1 Line (mesin produksi) minimal menghabiskan 15 ton bahan baku bijih besi (pellet), dan maksimal 33 ton perjamnya. Dari 15 ton pellet tersebut bisa dimasak menjadi besi spons (sponge iron) sekira 10 ton saja," ungkapnya.
Untuk kebutuhan bahan baku bijih besi, Riduan mengatakan tak ada kendala, semuanya siap disuplay oleh perusahaan tambang yang telah menandatangani kontrak pengadaan.
"Bahan baku siap, namun dengan anjloknya harga baja dunia, terpaksa kami hentikan dulu kegiatan. Harga beli dan biaya produksi masih lebih tinggi dari harga jual, dan diperkirakan Tahun 2018 pasaran harga baja stabil," jelasnya.
Lebih jauh diungkap Riduan, dengan adanya Pasar Bebas sedikit banyak turut mempengaruhi harga baja, karena kebutuhan baja untuk Indonesia sekitar 3 juta ton pertahun, sedangkan produksi baja cuma 900 ribu ton pertahun, hingga harus mengimport dari China untuk menutupinya.
"Dengan jumlah produksi sebesar itu, Indonesia masih belum mampu menembus Pasar Bebas," pungkasnya sambil mengaku menunggu intruksi Pusat untuk status lanjut tidaknya aktivitas pabrik.
Sementara Amperawansyah menambahkan, dari 365 karyawan yang terdiri dari karyawan tetap dan kontrak, hampir 70 persen adalah tenaga lokal, sedang sisanya adalah rekrutmen dan penugasan dari perusahaan induk, yakni PT Antam dan PT Krakatau Steel.
"Semoga pasar dunia untuk baja segera membaik, hingga kami disini bisa kembali bekerja dan berproduksi," harapnya.(M12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar tapi jangan bernuansa SARA.