Diduga, ada aktor kuat yang membuat framing jahat, atau penyesatan opini publik terhadap figur Mardani H Maming selaku Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam kasus terdakwa Dwiyono mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu yang didakwa menerima gratifikasi ijin usaha pertambangan.
Hal tersebut diungkapkan Irfan Idham, selaku kuasa hukum Mardani H Maming dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/5).
Irfan Idham berharap agar masyarakat khususnya masyarakat Kalimantan Selatan, tidak mudah terhasut oleh penggiringan opini yang mencoba mengkriminalisasi Mardani H Maming.
“Dari awal kami sudah sampaikan bahwa ada pihak dan aktor yang menginginkan pak Mardani terserat permasalahan hukum dengan membuat serangkaian penggiringan opini. Ini ada motif politik dan bisnis di belakang ini semua,” ungkap Irfan.
“Nanti akan kami tunjukkan dan buktikan semuanya tunggu saja nanti akan terbuka semuanya. Kami tentu tetap menghargai proses hukum terhadap terdakwa Dwiyono yang masih berlangsung di pengadilan,” tandasnya.
Penegasan kuasa hukum Mardani H Maming mengenai adanya upaya penggiringan opini jahat terhadap kliennya tersebut, menyusul pemberitaan sidang lanjutnan perkara tipikor terdakwa Dwiyono mantan Kadis ESDM Kabupaten Tanah Bumbu pekan lalu.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin ersebut, pengacara terdakwa menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa salah satunya adalah Christian Soetio yang mengaku Dirut PT.PCN.
Dalam kesaksiannya di persidangan, saksi Christian Soetio Christian selaku direktur PT. PCN, mengaku tahu ada aliran dana ke Mardani H Maming dari percakapan antara almarhum Henry Soetio dengan kasir PT. PCN terkait perintah transfer sejumlah dana.
Perintah tersebut kemudian ditanggapi kasir PT. PCN dengan mengirimkan dana ke rekening PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT. Trans Surya Perkasa (TSP). Totalnya Rp89 miliar sejak 2018 hingga 2020.
“Keterangan saksi tersebut tidak benar dan terkesan menyudutkan pak Mardani. Dari keterangan itu makin kuat dugaan tentang upaya kriminalisasi terhadap pak Mardani H Maming. Karena saksi sudah tidak objektif dan tidak dapat menunjukkan satupun bukti penerimaan sejumlah uang kepada klien kami Mardani H Maming,” kata Irfan.
Ditegaskan Irfan Idham bahwa Mardani H Maming tidak pernah menerima aliran dana seperti yang disebutkan saksi Christian Soetio tersebut.
“Saksi telah di sumpah sehingga saksi harus mempertanggung jawabkan seluruh keterangan yang diberikan. Jika keterangannya tidak benar, ada ancaman pidana. Kami akan menempuh upaya hukum atas keterangan saksi yang tidak benar tersebut,” ujar Irfan.
Irfan Idham berharap agar masyarakat lebih objektif dalam melihat permasalahan ini. Ada framing jahat terhadap Mardani H Maming karena motif politik dan bisnis di belakang ini semua. Nanti akan terbuka semunya,” tandas Irfan lagi.
BUKAN POKOK PERKARA
Irfan melanjutkan keterangan Christian Soetio sebagai saksi di Pengadilan Banjarmasin, tidak benar dan tidak berdasar hukum terlebih urutan kejadiannya tidak berkesesuaian.
“Christian dalam keterangannya baru masuk di manajemen PT. PCN tahun 2021 setelah Henry Soetiyo meninggal dunia, sehingga dari mana informasi yang tidak berdasar itu?” tutur Irfan.
Selain itu, Irfan menyebut kesaksian adik kandung almarhum Henry itu tendensius karena menyampaikan pokok perkara yang tidak saling berhubungan. “Apa yang disampaikan Chistian tidak benar dan cenderung tendensius, keterangannya sama sekali tidak ada hubungannya dengan pokok perkara karena ini bukan menyangkut perusahaan PT. Permata Abadi Raya (PAR) dan PT. Trans Surya Perkasa (TSP)
Hal kedua, ia melihat ada upaya penggiringan fakta yang tidak benar oleh Christian. "Sebab pak Mardani sama sekali tidak ada di dalam perusahaan-perusahaan yang disebutkan. Sehingga kami sangat keberatan dengan keterangan yang disampaikan Christian,” jelas Irfan yang tergabung dalam Titah Law Firm ini.
Mardani H Maming sendiri telah menghadiri sidang kasus ini di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Senin 25 April 2022 lalu sebagai saksi.
Dalam kesaksiannya mantan Bupati Tanah Bumbu itu menjelaskan, dirinya berani menandatanganani SK izin usaha tambang itu karena telah melalui kajian teknis terdakwa Raden Dwijono selaku Kepala Dinas ESDM.
Mardani kemudian menyerahkan teknis perizinan tambang kepada terdakwa Dwijono sebagai bentuk pendelegasian tugas.
"Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia datang membawa SK ke saya," kata Mardani H saat memberikan kesaksian dalam sidang tersebut.
Mardani menyebut menerima SK peralihan IUP itu di meja kerjanya, setelah lebih dulu diparaf oleh kabag hukum, asisten dua, sekretaris daerah, dan terdakwa Dwidjono selaku Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu.
Setelahnya permohonan peralihan IUP PT BKPL ke PT PCN juga telah diserahkan ke Pemprov Kalsel untuk dilanjutkan ke Kementerian ESDM. (Rel)
Saya sebagai warga Banjarmasin mendoakan semoga konflik ini ada jalan keluar dan cepat selesai 🙏🙏🙏
BalasHapusMudah2an lakas tuntas....
BalasHapusKebanyakan kepentingan wan faktor Nang maulah kaya itu.....
Org yg baik wan masyarakat tu pasti banyak jua yg pro nya....
Apalagi sdh persaingan usaha, bisnis kakapx....wan politikx jua...
D mana haja kira2 sama....