Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera untuk kita semua.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua.
Pertama-tama, saya sampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada Yang Mulia Majelis Hakim, yang telah memimpin jalannya persidangan ini. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Panitera, Penasihat Hukum, Jaksa Penuntut Umum KPK, Aparat TNI/Polri, rekan-rekan jurnalis, serta seluruh masyarakat Kota Banjarmasin dan Provinsi Kalimantan Selatan, yang atas dukungannya telah turut menciptakan suasana tenang, aman, dan nyaman selama jalannya persidangan perkara ini.
Selanjutnya, atas perkenan Yang Mulia Majelis Hakim, di dalam kesempatan persidangan kali ini, saya menggunakan kesempatan untuk membacakan secara langsung nota pembelaan pribadi, yang mohon dianggap sebagai satu kesatuan dan bagian tak terpisahkan dari Nota Pembelaan yang disampaikan oleh Tim Penasihat Hukum.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penasihat Hukum, Penuntut Umum, serta Pengunjung Sidang yang Saya Hormati,
Saya, Mardani H. Maming, sejak 28 Juli 2022 sampai dengan hari ini, telah menjalani masa penahanan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur (Rutan Guntur), selama 182 Hari atau setengah tahun lamanya.
Kebebasan saya dirampas dan dijadikan Terdakwa dengan dalih suatu tuduhan bahwa saya telah melakukan tindak pidana korupsi. Tuduhan, yang dari sejak semula hingga detik ini, tidak bisa saya terima dan tidak pernah saya akui, karena saya amat meyakini tidak pernah melakukan perbuatan jahat yang dituduhkan atas diri saya tersebut.
Betapapun hati dan nurani saya berontak atas ketidakadilan ini, tapi saya bertawakal, percaya dengan sepenuh hati serta berpasrah diri atas kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala. Penerimaan atas jalan takdir ini yang memudahkan saya dalam menjalani hari demi hari kehidupan di dalam tahanan.
Di Rutan Guntur, sebuah rumah tahanan yang dalam sejarahnya banyak tokoh besar di Republik pernah di tahan di sini, saya bahkan memulai kembali berbagai aktivitas yang sebelumnya sudah jarang saya lakukan, salah satunya yaitu membaca kembali berbagai buku, termasuk kisah biografi para negarawan pejuang yang saya kagumi.
Saya membaca lagi karya dan biografi kehidupan Bung Karno, bapak pendiri bangsa yang telah melewati pasang surut kehidupan politik dengan tetap gagah dan tegar. Bung Karno yang sangat visioner memberikan banyak pesan dan amanat yang penting dan berharga bagi kita dan anak cucu kita sebagai generasi penerus bangsa ini. Salah satu pesan Bung Karno yang terus melekat di ingatan saya, yaitu:
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Sejujurnya, saya sebelumnya kurang memahami pesan tersebut. Akan tetapi, ketika saya kembali membacanya di Rutan Guntur, makna pesan itu menjadi terang benderang. Terbukti benar apa yang telah diperingatkan oleh Bung Karno, bahwa di masa kini tak jarang terjadi upaya menjatuhkan sesama anak bangsa, melalui cara-cara yang licik dan tidak berkeadaban, bahkan dengan memakai tangan-tangan kekuasaan, juga termasuk melalui kriminalisasi.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penasihat Hukum, Penuntut Umum, serta Pengunjung Sidang yang Saya Hormati,
Nota pembelaan pribadi ini bukanlah sekedar ungkapan keluh kesah saya dan sama sekali bukanlah luapan amarah atau dendam saya. Sebaliknya, saya bahkan secara tulus dan ikhlas telah memaafkan siapapun yang pernah melakukan perbuatan jahat dan keji terhadap diri saya.
Mengenai pemaafan ini, saya kembali belajar dari para tokoh pejuang yang telah menjalani cobaan demi cobaan dahsyat. Dengan mengenang kembali kisah cobaan dan penderitaan yang telah mereka alami, semakin menyadarkan bahwa saya bukan siapa-siapa dan yang sedang saya alami ini sesungguhnya tidaklah sebanding dengan yang telah mereka alami.
Nelson Rolihlahla Mandela, seorang pejuang Hak Asasi Manusia dan Negarawan asal Afrika Selatan yang saya kagumi, terpaksa harus menjalani kehidupan di bui selama 27 tahun demi memperjuangkan kesetaraan dan kemanusiaan. Atas kriminalisasi dan perampasan kebebasannya itu, Nelson Mandela justru menyampaikan, “Forgive, but not Forget” atau “Memaafkan, tapi tidak melupakan”. Pernyataan senada juga disampaikan oleh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), “Lupa sih nggak, tapi saya maafkan”.
Di satu sisi, mereka mengajarkan kita untuk memberikan pemaafan. Tapi di sisi lain, mereka juga tidak lantas melupakan segala makar jahat dan ketidakadilan yang menimpa mereka, agar kita dan generasi setelah kita senantiasa bisa mengambil pelajaran sehingga mampu menghadapi dan mempertahankan diri dan kehormatan. Pesan tersebut segaris dengan yang pernah disampaikan oleh Bung Karno, “JASMERAH: Jangan sekali-kali melupakan sejarah.”
Oleh karena itu, Saya pun tidak akan sekali-kali melupakan peristiwa yang sedang saya alami ini. Kendati pengalaman hidup dan penderitaan saya sudah tentu tidak ada bandingannya dengan kisah heroik para tokoh pejuang yang tertulis dengan tinta emas dalam lembaran sejarah, setidaknya keluarga dan orang-orang terdekat saya perlu untuk memahami yang sesungguhnya sedang saya hadapi dan perjuangkan pada persidangan perkara ini.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penasihat Hukum, Penuntut Umum, serta Pengunjung Sidang yang Saya Hormati,
Seluruh dalil-dalil dan argumen-argumen yuridis telah disampaikan oleh Tim Pembela Hukum saya. Di dalam persidangan perkara ini juga, berbagai fakta yang menyimpang telah kami coba luruskan.
Segala kebenaran yang disembunyikan dan kebohongan yang pernah dibunyikan, baik di dalam maupun di luar ruang sidang ini, telah kami coba ungkap dan lawan dengan fakta kebenaran dengan dukungan alat bukti yang sah. Pendeknya, di dalam persidangan perkara ini, segala sesuatunya telah kami ikhtiarkan untuk meyakinkan Majelis
Hakim Yang Mulia, bahwa sesungguhnya tuduhan kejahatan yang dialamatkan pada diri saya adalah tidak benar.
Maka, kini tiba saatnya bagi saya menggunakan kesempatan terakhir kalinya dalam persidangan perkara ini, untuk mencoba mengetuk kembali pintu kebijaksanaan Yang Mulia Majelis Hakim. Saya sungguh tidak memohon apapun, selain keadilan yang menjadi hak saya. Saya tentu sangat mengharapkan putusan pengadilan ini nantinya menjadi jawaban atas rangkaian doa yang senantiasa dilangitkan oleh Ibunda tercinta.
Terakhir, saya ucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tulus untuk para Kiai dan Ulama NU yang sejak awal telah berpesan agar saya selalu bersabar dan bertawakal dalam menghadapi musibah hukum ini, serta selalu tegar dan tidak pernah menyerah dalam memperjuangkan keadilan. Saya juga berterimakasih kepada Keluarga Besar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang selalu memberikan dukungan moril serta menguatkan semangat juang saya.
Tak lupa, saya tentu harus menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang mendalam kepada rekan-rekan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang terus membersamai langkah-langkah saya. Kepada rekan-rekan muda tumpuan harapan bangsa, calon pengusaha dan negarawan pejuang, sadarilah bahwa perjuangan nyata tidak seindah dalam bayangan.
Tapi ingatlah, nahkoda yang tangguh tak akan terlahir dari laut yang tenang. Maka yakinkan diri untuk terus konsisten, pantang menyerah, dan bersatu padu menghadapi segala topan dan badai, hingga tujuan kita tampak dalam pandangan dan keberhasilan dapat kita raih bersama.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Penolong, selalu memudahkan ikhtiar kita.
Wallahul Muwafiq ‘ila Aqwamith Thariq Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 25 Januari 2023
Mardani H. Maming
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar tapi jangan bernuansa SARA.